BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki potensi yang cukup baik dalam bidang ekonomi terutama bidang industri.
Banyak usaha-usaha kecil dan menengah yang dilakukan masyarakat dalam rangka meningkatkan
taraf hidupnya. Namun, dalam menjalankan suatu usaha masyarakat seringkali
menemui kendala-kendala, terutama terkait masalah modal.
Oleh karena itu, pemerintah berusaha menyalurkan dana
bagi para pengusaha industri kecil dan menengah melalui lembaga-lembaga
keuangan yang ada. Salah satu lembaga keuangan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah lembaga keuangan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan BPRS (Bank
Perkreditan Rakyat Syariah). Selain itu fungsi BPR dan BPRS juga dapat
menghimpun dana masyarakat baik dalam bentuk tabungan maupun kredit.
1.2. Rumusan
Masalah
Apa
sebenarnya lembega keuangan BPR dan BPRS itu?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. BPR ( Bank Perkreditan
Rakyat)
2.1.1. Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro,
kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat
masyarakat yang membutuhkan.BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur
berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang
tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu BANK UMUM dan
BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro,
kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam
penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu,
Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat,
persyaratan lebih sederhana, rata
penuh, dan sangat mengerti
akan kebutuhan Nasabah.
2.1.2.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Istilah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya
sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan
bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh
bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurut
Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967
yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank
lainnya. Status
hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal 27
Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga
keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung
Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya
yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992
tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status
hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.
2.1.3. Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk
menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun
usaha-usaha BPR adalah :
1. Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan
kredit.
3. Menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat
yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Akan tetapi ada beberapa
jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR.
Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1. Menerima
simpanan berupa giro.
2. Melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan
penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan
kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4. Melakukan
usaha perasuransian.
5. Melakukan
usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
2.1.4.
Alokasi Kredit BPR
Dalam
mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:
1. Dalam
memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2. Dalam
memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke¬lompok peminjam yang
terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam
memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10%
atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota
direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang
di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang
memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan
keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum
tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
2.2. Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
2.2.1. Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah,
yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah
islam. BPRS
berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat
Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini,
secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana
BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama
bagi hasil.
2.2.2.
Sejarah Perkembangan
Sejarah BPRS berawal dari
BPR dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang
tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai
dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama
kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung,
PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah
Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR
Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai
beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya
BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi
perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan,
moneter, dan perbankan secara umum.
Secara
khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku
bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem
perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail
banking (rural bank).
UU
No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih
jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam
pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
Keberadaan
BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir,
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan SK
Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah. Perkembangan
bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat 81
BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang
berada di
Indonesia.
2.2.3.
Pendirian BPRS
Ada
beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :
a.
Persyaratan Umum
1. Memperoleh
izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI
2. Bentuk
badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
3. Didirikan
dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
4. Tempat
kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati
II
5. Wilayah
pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan
kedudukan BPRS
6. Usaha
meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha
kecil
7. Modal
disetor minimal Rp 50.000.000,-
8. Penanaman
modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri
9. Mayoritas
direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun
b.
Permohonan Izin Arsip
1. BPRS
berbentuk PT
1) Siapkan
modal disetor minimal Rp 15.000.000,- atau 30% dari total modal disetor
2) Siapkan
minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke
Departemen Kehakiman
3) BPRS
tidak berbentuk PT
Menyesuaikan
diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait.
2. Permohonan
Izin Arsip
Mengajukan
permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :
·
Rencana akte pendirian
dan AD BPRS
·
Rencana kerja BPRS pada
tahun pertama
·
Daftar calon direksi,
dewan komisaris dan pengawas Syariah
·
Photocopy bukti setoran
sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
3. Permohonan Izin Usaha
Mengajukan
permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :
·
Photocopy bukti setoran
sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
·
Copy AD BPRS yang telah
disahkan Menteri Kehakiman RI
·
Photocopy NPWP BPRS
·
Menyampaikan prosedur
dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
·
Mengirimkan data
pengurus BPRS
·
Photocopy situasi dan
kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
4. Persiapan Pra Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin
usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan)
dan SITU ( Surat Izin tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan
operasionalnya selambat – lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin
dimaksud. BPRS pun harus melakukan market development serta membuat brosur
produk bank dan mempersiapkan logo bank.
5. Laporan Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari
pertama operasi harus dilaporkan kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca
Awal.
2.2.4.
Tujuan Pendirian BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang
dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah
ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber hanya menyebutkan
butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111), keterangan
tiap-tiap butir ditambahkan oleh penulis.
1. Meningkatkan kesejahteraan
ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya
berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang
berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah. Kehadiran BPRS bisa
menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan
ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahtertaan mereka.
2. Menambah
lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus
urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan
kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan
maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di
kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor
perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi
masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada
gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.
3. Membina
ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan
per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam
BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan
pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara
bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah
Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan
masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan
masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan
perkapita baik lokal maupun nasional.
2.2.5.
Kegiatan Usaha
Sebagai
lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah.
Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan
kredit.
3. Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
2.2.6.
Kegiatan
yang di Larang (Berdasarkan pasal 14 UU No.17
tahun 1992)
1. Menerima
simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2. Melakukan
kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3. Melakukan
penyertaan modal
4. Melakukan
usaha perasuransian
5. Melakukan
usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha
yang boleh dilakukan oleh BPRS.
2.2.7.
Produk-Produk BPR Syariah
Produk-produk yang ditawarkan BPR
Syariah secara garis besar adalah :
a.
Mobilisasi Dana
Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat
dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, adanya
fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk
menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.
ü Simpanan
amanah
Bank
menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan penerimaan
titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko.
Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui
pembiayaan kepada nasabah.
ü Tabungan
wadi’ah
Bank
menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad
penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar
profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.
ü Deposito
wadi’ah / deposito mudharabah
Bank
menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya wadi’ah
atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai
penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst.
Deposan yang menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil
keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam
pembiayaan nasabah setiap bulan.
b.
Penyaluran Dana
ü Pembiayaan
mudharabah
Perjanjian
antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya
dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka
pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan
materiil dan kehilangan imbalan kerja.
ü Pembiayaan
musyarakah
Perjanjian
antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah
usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai kesepakatan awal.
ü Pembiayaan
bai bitsaman ajil
Proses
jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian
suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang
dan keuntungan yang disepakati bersama.
ü Pembiayaan
murabahah
Perjanjian
antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian
bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali
oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan
saat jatuh temo.
ü Pembiayaan
qardhul hasan
Perjanjian
antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan, dimana
nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan
ZIS.
ü Pembiayaan
Istishna’
Pembiayaan
dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah
sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah
dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu
serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan
nasabah.
ü Pembiayaan
Al-Hiwalah
Penggambil
alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS,
dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya
digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip
pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee
dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
c.
Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan
jasa untuk memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan inkaso,
pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran KPR, dll. Bank juga mempersiapkan
bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan pembiayaan bai salam.
2.2.8.
Badan-Badan Pengembang BPRS
Dalam
rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang ada
dalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah
menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR
syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance
untuk BPR syariah yang akan tumbuh.
Hingga
saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam pengembangan
kegiatan BPR syariah anatara lain :
1.
IESD (institute for
syariah economic development)
Dalam
hal ini secara bebrkesi nambungan
IESD akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada
BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada
beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi
pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia.
2.
Badan yang membantu dalam kegiatan
yayasan pendidikan dan pengembangan bank syariah (YPBS)
Merupakan
suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini
dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan BPR syariah di
seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain :
·
pendidikan baik basic
untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate
bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman di sector
perbankan.
·
Membantu proses
pendirian.
·
Memberikan technical
assistance.
Selain
dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakan
untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan dengan
pendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS)
3.
Pengembangan Inkubasi
Bisnis (INBIS)
Berdasarkan
riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan
tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial
university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara :
a. Menumbuh
kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.
b. Mewujudkan
sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga
dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.
c. Mendorong
pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilai
komersial.
d. Meningkatkan
peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan konsultasi
terpadu.
e. Menumbuh
kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit usaha sebagai
sumber pendapatan (income generating unit) di perguruan tinggi dalam
mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.
Dan
Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain Kementerian
Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian
Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.
2.2.9. Laporan Wajib yang Wajib
Dilaporkan BPRS
·
Dalam
Ketentuan Umum
1. BPRS Pelapor
bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan isi Laporan Bulanan serta
ketepatan waktu penyampaian Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia.
2. BPRS wajib menyampaikan
laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang berisi :
ü Fasilitas kredit kepada
peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK
ü Seluruh fasilitas kredit
kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya
tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
·
Laporan Berkala
1. Laporan Bulanan
Adalah laporan keuangan dan hasil
usaha yang terdiri dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan
daftar rincian pos-pos neraca dimaksud. Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan
selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan,
sementara Laporan Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang
selambat-lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan
yang bersangkutan.
Laporan Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah
laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia, yang
disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format
dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan
angka. Laporan Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan
dalam BPRS antara lain :
a.
Neraca
b.
Daftar Rincian Laba Rugi
c.
Rekening Administratif
d.
Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos
tertentu dari rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.
·
Rencana
Kerja Tahun
Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu)
tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh
dewan komisaris. Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan
sekurang-kurangnya memuat:
a.
Rencana penghimpunan dana
b.
Rencana penyaluran dana
c.
Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang
dirinci dalam 2 (dua) semester
d.
Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia
e.
Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan
kinerja bank dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada
Bank Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang
bersangkutan dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS.
Dalam laporan berkala ini masih ada hal lain
yang harus di parhatikan antara lain : BPRS pelapor wajib
memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di tuangkan dalam suatu pedoman
tertulis dan wajib menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk, menyusun dan
menyampaikan laporan bulanan. BPRS dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan bulanan apabiala melampaui batas waktu yang di tetapkan
sampai dengan tanggal 21 bulan berikutnya setlah verkhirmya bulan laporan.
Dalam hal ini BPRS dibubarkan karena
merger atau konsolidasi denganBPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS
Pelapor, BPRS tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan untuk data akhir bulan
laporan sebelummerger atau konsolidasi. Dalam hal BPRS masih dalam
proses akuisisi dan sudah tidak beroperasilagi, BPRS Pelapor tetap wajib
menyampaikan Laporan Bulanan ke Bank Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
BPR
dan BPRS merupakan salah satu jenis lembaga keuangan resmi di Indonesia selain
bank-bank pada umumnya. BPR merupakan lembaga
perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998.
Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank,
yaitu BANK UMUM dan BPR. BPR berfungsi
juga sebagai penghimpun dan penyalur
dana bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang ingin menjalankan usaha kecil
dan menengah. Akan tetap,i ada tugas-tugas tertentu yang tidak boleh dilakukan
oleh BPR seperti pada Bank Umum.
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah,
yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah
islam. BPRS
berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam hal ini, secara
teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi
hasil.
3.2. Kritik dan
Saran
Didalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dalam penulisan maupun pembahasan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna menyemurnakan makalah ini
apa perbedaan mendasar antara BPR dan BPRS ?
BalasHapusCoin Casino Bonus Code 2021 - Free Spins, Slots & More
BalasHapusIn addition to our detailed guide you can find all about Coin deccasino Casino bonus codes and the best 인카지노 Crypto 1xbet korean casinos to play in 2021.